Hai...
Kali ini kita akan bahas jenis-jenis sudut pandang kamera dalam pengambilan gambar.
1. Extreme Long Shot (XLS)
Sudut pandang ini digunakan untuk mengambil gambar pemandangan (landscape).
2. Long Shot (LS)
Sudut pandang ini dipakai untuk mengambil gambar aktor secara utuh dari ujung kaki sampe ujung rambut.
3. Mid Long Shot (MLS)
Sudut pandang yang ini digunakan untuk mengambil gambar aktor dari sekitar pinggang aktor sampai ke atas kepala.
4. Mid Shot (MS)
Sudut pandang kamera ini digunakan untuk mengambil gambar aktor dari sekitar dada sampai sekitar kepala.
5. Mid Close Up (MCU)
Sudut pandang ini dipakai untuk mengambil gambar aktor dari bahu ke atas.
6. Close Up (CU)
Sudut pandang ini digunakan untuk mengambil gambar bagian kepala dan wajah aktor.
7. Big Close Up (BCU)
Sudut pandang ini dipakai untuk mengambil gambar seluruh wajah aktor (fullface).
8. Extreme Close Up (ECU)
Sudut pandang ini mengambil gambar ekspresi dan kontur wajah aktor.
9. Low Angle Shots
Sudut pandang ini mengambil gambar aktor dari bawah untuk membuat aktor terlihat gagah dan powerful.
10. Eye Level Shot
sudut pandang ini digunakan untuk mengambil gambar ketika aktor berdialog atau menunjukkan emosinya.
11. High Level Shot
Sudut pandang ini mengambil gambar dari atas untuk membuat aktor terlihat lebih kecil.
12. Worm's Eye View
Adalah versi ekstrim dari Low Angle Shot.
13. Canted Shots
Sudut pandang ini digunakan ketika aktor berada dalam situasi yang membingungkan.
14. Bird's Eye View
Adalah versi ekstrim dari High Level shot.
Sabtu, 30 November 2013
Membuat film kita lebih OK!.
Berikut ini adalah beberapa hal penting yang harus kita perhatikan dalam membuat film pendek. Dengan mengikuti langkah-langkah yang akan diuraikan ini, maka kita dapat mengurangi beberapa hal yang tidak seharusnya kita lakukan. Meskipun begitu, ini merupakan saran-saran saja, dan dapat dikembangkan berdasarkan keahlian dan pengalaman. Take a look..
1. Apakah film Anda layak ditonton
Sebelum semuanya dimulai, maka selayaknya kita bertanya: apakah semua orang pasti menonton film yang akan kita buat ?. Jawabnya, No!. Artinya tidak semua orang pasti akan menonton film kita. Sebelum menulis skenarionya, mari tanyakan kepada diri sendiri terlebih dahulu; mengapa orang harus menonton film yang akan kita buat.
2. Jangan mulai produksi tanpa adanya budget
Film, meskipun sederhana sangat membutuhkan biaya!. Besar biaya memang tidak terbatas, bisa besar bisa kecil. Dengan membuat prakiraan biaya (budget), maka kita akan lebih tahu apa yang harus kita lakukan dengan uang yang dimiliki. Produksi tanpa budget menyebabkan rencana-rencana tidak bisa diprediksi. Apalagi jika uang yang tersedia tidak mencukupi, bisa-bisa film yang sedang dikerjakan tidak selesai-selesai.
3. Minta persetujuan pihak-pihak yang terlibat
Sebelum shooting dilakukan, ada baiknya meminta persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang terlibat didalam film, seperti aktor/aktris, music director, artwork, sponsor, atau siapa saja yang ingin berkontribusi. Bereskan dulu semua ini!. Karena kalau memintanya saat shooting dimulai, maka kemangkiran-kemangkiran dari pihak-pihak tersebut akan terasa sulit dimintakan pertanggung jawabannya. Maka, do it Now!
4. Buatlah film pendek memang pendek!
Penulis naskah dan/atau sutradara harus bisa memenuhi standar yang menyatakan bahwa sebuah film adalah film pendek. Bertele-tele dalam penyajiannya akan membuat penonton bosan. Jika itu film pendek..maka harus pendek. Meskipun sulit, tapi memang harus begitu. Standar film pendek adalah maksimal berdurasi 30 menit!.
5. Jika memakai aktor yang tidak professional, maka lakukan casting
Tidak lepas kemungkinan film pendek dibintangi oleh aktor/aktris yang tidak professional (amatir). Ini sih wajar-wajar saja. Apalagi mereka (mungkin) tidak dibayar. Tapi untuk memilih karakter-karakter pemain yang sesuai, wajib melakukan pemilihan peran (casting). Jangan memilih orang sembarangan apalagi casting baru akan lakukan beberapa saat menjelang shooting. Berbahaya!.
6. Tata suara sebaik-baiknya
Tata suara yang buruk pada kebanyakan film pendek (meskipun memiliki konsep cerita menarik) menyebabkan tidak nyaman ditonton. Gunakan perangkat pendukung tata suara sepertiboom mike untuk mendapatkan hasil yang baik. Kalau gak punya, beli atau pinjam aja�
7. Yakin OK saat shooting, jangan mengandalkan post-production
Saat ini semua film kebanyakan dikerjakan dengan kamera digital. Maka tidak sulit untuk memeriksa apakah semua hasil shooting sudah memenuhi sarat atau belum dengan melakukanplayback. Periksa semua! frame dialog, tata suara, pencahayaan atau apa saja. Apakah sudah sesuai dengan kualitas yang diinginkan ?. Sangat penting; periksa setelah shooting, bukan pada saat paska produksi.
8. Hindari pemakaian zoom saat shooting
Kameraman yang baik adalah yang bisa mengurangi zooming. Kecuali bisa dilakukan dengan sebaik mungkin. Mendapatkan gambar lebih dekat ke objek sangat baik menggunakan dolly,camera glider, atau lakukan cut and shoot!.
9. Hindari pemakaian efek yang tidak perlu
Sebuah film pendek banyak mengandalkan efek-efek seperti; memulai film dengan alarm hitungan mundur (ringing alarm clock), transisi yang berlebihan seperti dissolves/wipe, dan credit titles yang panjang. Pikirkan dengan baik, apakah hal-hal ini perlu ditampilkan atau tidak. Pilihan yang sangat bijak jika semua itu tidak terlalu berlebihan.
10. Hindari shooting malam di luar ruang
Suasana gelap adalah musuh utama kamera (camcorder). Pengambilan gambar diluar ruang pada malam hari sangat membutuhkan cahaya. Apabila tidak menggunakan lighting yang cukup maka hasilnya akan jelek sekali. Meskipun dapat melakukan color correction pada saat editing, tapi sudah pasti dapat menyebabkan noise dan kualitas gambar menjadi drop. Paling baik adalah merubah skenario menjadi suasana siang hari. Tidak akan mengganggu cerita toh?.
1. Apakah film Anda layak ditonton
Sebelum semuanya dimulai, maka selayaknya kita bertanya: apakah semua orang pasti menonton film yang akan kita buat ?. Jawabnya, No!. Artinya tidak semua orang pasti akan menonton film kita. Sebelum menulis skenarionya, mari tanyakan kepada diri sendiri terlebih dahulu; mengapa orang harus menonton film yang akan kita buat.
2. Jangan mulai produksi tanpa adanya budget
Film, meskipun sederhana sangat membutuhkan biaya!. Besar biaya memang tidak terbatas, bisa besar bisa kecil. Dengan membuat prakiraan biaya (budget), maka kita akan lebih tahu apa yang harus kita lakukan dengan uang yang dimiliki. Produksi tanpa budget menyebabkan rencana-rencana tidak bisa diprediksi. Apalagi jika uang yang tersedia tidak mencukupi, bisa-bisa film yang sedang dikerjakan tidak selesai-selesai.
3. Minta persetujuan pihak-pihak yang terlibat
Sebelum shooting dilakukan, ada baiknya meminta persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang terlibat didalam film, seperti aktor/aktris, music director, artwork, sponsor, atau siapa saja yang ingin berkontribusi. Bereskan dulu semua ini!. Karena kalau memintanya saat shooting dimulai, maka kemangkiran-kemangkiran dari pihak-pihak tersebut akan terasa sulit dimintakan pertanggung jawabannya. Maka, do it Now!
4. Buatlah film pendek memang pendek!
Penulis naskah dan/atau sutradara harus bisa memenuhi standar yang menyatakan bahwa sebuah film adalah film pendek. Bertele-tele dalam penyajiannya akan membuat penonton bosan. Jika itu film pendek..maka harus pendek. Meskipun sulit, tapi memang harus begitu. Standar film pendek adalah maksimal berdurasi 30 menit!.
5. Jika memakai aktor yang tidak professional, maka lakukan casting
Tidak lepas kemungkinan film pendek dibintangi oleh aktor/aktris yang tidak professional (amatir). Ini sih wajar-wajar saja. Apalagi mereka (mungkin) tidak dibayar. Tapi untuk memilih karakter-karakter pemain yang sesuai, wajib melakukan pemilihan peran (casting). Jangan memilih orang sembarangan apalagi casting baru akan lakukan beberapa saat menjelang shooting. Berbahaya!.
6. Tata suara sebaik-baiknya
Tata suara yang buruk pada kebanyakan film pendek (meskipun memiliki konsep cerita menarik) menyebabkan tidak nyaman ditonton. Gunakan perangkat pendukung tata suara sepertiboom mike untuk mendapatkan hasil yang baik. Kalau gak punya, beli atau pinjam aja�
7. Yakin OK saat shooting, jangan mengandalkan post-production
Saat ini semua film kebanyakan dikerjakan dengan kamera digital. Maka tidak sulit untuk memeriksa apakah semua hasil shooting sudah memenuhi sarat atau belum dengan melakukanplayback. Periksa semua! frame dialog, tata suara, pencahayaan atau apa saja. Apakah sudah sesuai dengan kualitas yang diinginkan ?. Sangat penting; periksa setelah shooting, bukan pada saat paska produksi.
8. Hindari pemakaian zoom saat shooting
Kameraman yang baik adalah yang bisa mengurangi zooming. Kecuali bisa dilakukan dengan sebaik mungkin. Mendapatkan gambar lebih dekat ke objek sangat baik menggunakan dolly,camera glider, atau lakukan cut and shoot!.
9. Hindari pemakaian efek yang tidak perlu
Sebuah film pendek banyak mengandalkan efek-efek seperti; memulai film dengan alarm hitungan mundur (ringing alarm clock), transisi yang berlebihan seperti dissolves/wipe, dan credit titles yang panjang. Pikirkan dengan baik, apakah hal-hal ini perlu ditampilkan atau tidak. Pilihan yang sangat bijak jika semua itu tidak terlalu berlebihan.
10. Hindari shooting malam di luar ruang
Suasana gelap adalah musuh utama kamera (camcorder). Pengambilan gambar diluar ruang pada malam hari sangat membutuhkan cahaya. Apabila tidak menggunakan lighting yang cukup maka hasilnya akan jelek sekali. Meskipun dapat melakukan color correction pada saat editing, tapi sudah pasti dapat menyebabkan noise dan kualitas gambar menjadi drop. Paling baik adalah merubah skenario menjadi suasana siang hari. Tidak akan mengganggu cerita toh?.
Minggu, 13 Oktober 2013
TEORI DASAR PRODUKSI FILM FIKSI DOKUMENTER : BENTUK FILM
BAGIAN II
PRINSIP - PRINSIP BENTUK FILM
1. Fungsi Bentuk
Bentuk berfungsi sebagai ‘anatomi’ dari cerita film mudah dipahami oleh penontonnya. Dikarenakan yang hendak disampaikan kepada penontonnya adalah pesan atau informasi, maka fungsi lain dari bentuk adalah sebagai tempat bergulirnya cerita, artinya dengan adanya bentuk maka cerita dapat berjalan dan diharapkan pesan sampai di benak penontonnya.
2. Kemiripan / Pengulangan Dan Perbedaan / Variasi
Permasalahannya, informasi atau pesan yang disampaikan kepada penonton sangat banyak, sehingga penonton akan mudah lupa pesan apa saja yang sudah disampaikan dan apa tujuan tokoh dalam cerita film. Supaya penonton selalu ingat dengan selalu tujuan tokoh, maka pesan yang disampaikan haruslah selalu diulang, namun tentu saja ada caranya yaitu dengan menggunakan metode duplikasi dan bukan repetisi. Metode repetisi adalah pengulangan atau informasi adegan dalam sebuah film yang cara penyajiannya dibuat sama persis. Sedangkan metode duplikasi adalah pengulangan adegan atau informasi dalam sebuah film yang cara penyajiannya dibuat berbeda atau bisa juga menggunakan repetisi namun kandungan dramatiknya ditingkatkan. Untuk lebih jelasnya ada contoh sederhana, yaitu bila dalam sebuah film ada tokoh yang ingin ditunjukkan kebaikkannya sehingga penonton bisa bersimpati, maka pembuat filmnya harus memperlihatkan beberapa adegan yang dapat menguatkan karakter tokoh tersebut, misalnya pada adegan 1 dia menolong orang tua, pada adegan 3 dia tidak marah ketika ada seorang yang menghinanya, pada adegan ke 7 dia ikut memberikan sedekah kepada anak jalanan dan seterusnya. Adegan–adegan di atas merupakan metode duplikasi di mana inti dari penyajiannya adalah menunjukkan kebaikan hati tokohnya. Tetapi mengapa metode duplikasi lebih disarankan dibanding repetisi, sebab selain penonton bisa melihat perbedaan dari tiap adegan juga untuk memberikan variasi adegan agar penonton tidak merasa jenuh. Penonton bisa jadi merasa dibodohi bila apa yang sudah disampaikan sebelumnya, diperlihatkan lagi pada adegan–adegan selanjutnya.
3. Pengembangan Cerita
Pengembangan cerita wajib dilakukan oleh pembuat film, gunanya agar penonton tidak merasa alurnya berputar disitu-situ saja yang bisa membuat mereka meninggalkan bioskop. Terutama pada bagian eksposisi di mana permasalahan sang tokoh dipaparkan sehingga penontonnya bisa mengetahui lebih detil apa saja yang membuat tujuannya berubah.
4. Kesatuan / Ketidaksatuan
Sekali lagi bahwa bentuk film (cerita) adalah sebuah sistem, sehingga harus diingatkan lagi bahwa bentuk film tampak sebagai kesatuan yang utuh sehingga hubungan antar unsurnya jelas. Dikarenakan ketidaksatuan menyebabkan penonton akan kecewa ataupun bingung dengan penceritaannya. Misalnya, film Pink Floyd : The Wall (1981) karya Alan Parker, di mana untuk bisa memahami ceritanya harus membaca lirik lagu dari album The Wall (1979) karya band Pink Floyd, sehingga penonton yang tidak membaca lirik lagu sebelumnya maka akan sangat bingung dengan cerita film tersebut, sebab alurnya maju–mundur tanpa panduan yang jelas.
Sabtu, 12 Oktober 2013
TEORI DASAR PRODUKSI FILM FIKSI DOKUMENTER : BENTUK FILM
BAGIAN I
Signifikansi Bentuk Film
Bentuk dipahami
sebagai sesuatu yang menjadi bentuk keteraturan, kesatuan dan identitas sebuah
subjek. Dari bentuk ini segalal sesuatu bisa menjadi
tertib dan mudah dimengerti. Begitu pula dengan film, sebagai sebuah produk
tentu saja memiliki bentuknya sendiri dan dengan bentuk ini pula film kemudian
menjadi mudah untuk dipahami oleh pembuat dan penontonnya, termasuk para
kriktikus. Pada sebuah film, yang dikategorikan sebagai bentuk adalah
penceritaannya dan sebelum bebicara jauh mengenai bentuk film, maka harus
diketahui terlebih dahulu apa yang menjadi dasar pemikiran bentuk film ini
perlu ada, dengan catatan bahwa pembahasan bentuk ini dilihat dari sudut
pandang penontonnya.
1.
Bentuk
Film sebagai system
Bila
mengenal teori sistem, maka bentuk film merupakan salah satu yang
menggunakannya sebab terdiri dari unsur–unsur yang memiliki hubungan secara
organik. Unsur–unsur itu adalah cerita, plot, ruang, waktu, karakter, hubungan
sebab–akibat dan lain sebagainya. Setiap unsur memiliki fungsinya masing–masing
dan saling bergantung antara satu unsur dengan unsur yang lainnya, sehingga
kesatuan (fungsi dan saling ketergantungan) dari unsur–unsur itulah yang
disebut dengan sistem. Dengan kata lain, bila salah satu unsur itu hilang, maka
bentuk film akan terganggu ataupun tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan.
Kita ambil contoh, apabila menonton sebuah film yang yang tidak memiliki
cerita, pastinya kita bingung untuk bisa menyimpulkan apa yang sudah dilihat.
Contoh lain, sebuah film yang tidak memiliki karakter, maka kita sebagai
penonton akan bingung mengidentifikasi sosok yang akan kita ikuti di dalam
film. Oleh karena itu kesadaran bahwa unsur–unsur itu saling berkaitan menjadi
sangat penting bagi para pembuat film.
2.
Bentuk
Film dan isi Film
Bentuk
merupakan sesuatu yang berpola dan bersifat tetap, sedangkan isi adalah sesuatu
bisa berubah dan selalu mengikuti bentuknya. Bila diibaratkan bentuk adalah
ember, gelas ataupun botol, maka isinya bisa bermacam–macam baik air, minyak,
pasir, gula dan sebagainya. Misalnya air yang akan mengikuti bentuk embernya,
gelas atau botolnya.
Begitu
pula dengan cerita, kita bisa menggunakan cerita yang sama persis secara isi
namun bila dikemas dengan bentuk yang berbeda maka cerita tersebut akan
memiliki kesan yang berbeda pula. Bayangkan bila kita punya cerita percintaan
antara Kiara dan Dondi, biasanya urutan waktu yang digunakan adalah linear dan
progresif (maju ke depan). Tetapi bayangkan kalau ceritanya dimulai dari mereka
menjadi sepasang kekasih sampai berakhir saat awal mereka berkenalan, artinya
urutan waktunya berjalan mundur. Secara isi bisa jadi sama persis, namun secara
bentuk waktunya berjalan mundur maka kesan yang ditangkap penonton akan
berbeda.
3.
Konvensi
dan Pengalaman
Jumlah
film yang diproduksi di bumi ini tentunya sudah jutaan atau mungin sudah
milyaran. Untuk mengakses tontonan film juga – relatif – bukan hal yang sulit.
Penonton film tentunya akan terbiasa disuguhkan sesuatu baik secara bentuk
maupun isi dan karena sudah terbiasa menonton film dengan bentuk, isi ataupun
pola tertentu maka hal tersebut akhirnya melekat kuat di benak penontonnya.
Selain itu penonton juga punya pengalaman dari kehidupan sehari–hari mereka
yang terus dijalani dan tentunya sudah menjadi kebiasaan bahkan menjadi budaya.
Informasi yang dikenali dari menonton film dan kehidupan sehari–hari mereka
inilah yang akhirnya menjadi konvensi dan pengalaman tersebut yang akhirnya
bisa melibatkan penilaian masyarakat terhadap film yang sedang ditonton.
Contoh
kecil yang teradi dalam film Bendera karya Nan Achnas, kedua tokoh di
dalam film itu tinggal di dekat stasiun kereta api dan mereka terbiasa
melintasi rel kereta ketika menuju sekolah. Selain itu merka digambarkan juga
bukan anak ‘kuper’, sehingga saat mereka berhasil naik kereta listrik saat
mengejar bendera dan pulangnya justru tidak naik kereta listrik lagi menjadikan
adegan ini aneh. Dikarenakan umumnya anak–anak yang tinggal di dekat stasiun
kereta api sangat mengenal bagaimana harus naik kereta api tanpa membayar
terutama dengan sistem perkeretaapian di Jakarta yang sangat ruwet. Bagi
penonton yang tidak mengenal dunia kereta api mungkin permasalahan di atas
dianggap lumrah, namun bagi yang terbiasa hidup di sekitaran kereta api dan
stasiun, maka hal tersebut sangatlah janggal.
Dalam
membuat film memang kita tidak bisa mengakomodasi seluruh konvensi yang ada di
dunia ini, tetapi setidaknya seorang pembuat film harus pada tingkatan paham
akan permasalahan yang diangkat, jangan sampai unsur–unsur yang dimasukkan di
dalamnya terasa janggal, sebab bagaimanapun pendekatan realism memang
dibutuhkan agar membuat penonton percaya.
4.
Pengharapan
dalam bentuk Film
Memiliki
konvensi di kepalanya, maka penonton akan selalu mencoba menebak adegan
selanjutnya yang akan disuguhkan oleh pembuat film. Oleh karena itu sebaiknya
pembuat film selalu punya jurus pamungkasnya, sebab kalau tebakan penonton
selalu benar, maka tentu saja akan membuat kecewa.
Contohnya
dalam sebuah adegan film yang menceritakan tentang anak yang mencari ibunya di
sebuah pasar karena terpisah saat ibunya berbelanja. Biasanya penonton akan
dituntun dengan rangkaian adegan sebagai berikut :
a. Anak
mencari ibunya di lorong x.
b. Ibu
terus berjalan ke depan
c. Anak
mencari ibunya di lorong z, sampai kemudian dia melihat sesosok perempuan yang
berpakaian mirip dengan ibunya.
d. Saat
mendekati perempuan tersebut dan menggandeng tangannya, ternyata dia bukanlah
ibunya.
e. Sang
ibu tetap tidak sadar
Adegan
1, 2 dan 3 biasanya sudah bisa ditebak dan diantisipasi penonton sehingga untuk
mengecoh perhatiannya agar tebakan itu tidak selalu benar, maka pada adegan 4
penonton ‘ditipu’ dengan menghadirkan orang yang bukan ibunya.
Kalau
mau dibuat semacam rumus dan pembuat filmnya hendak mengikuti pikiran penonton,
misalkan adegan 1 dan 3 itu bisa dilambangkan dengan huruf A dan adegan 2
dilambangkan dengan huruf B, maka rangkaiannya adalah A, B, A … Bila anak
menemukan ibunya sesuai pengharapan penonton, maka adegan 4 akan masuk kumpulan
B yang menjadikan rumusnya A, B, A, B … Sedangkan pada adegan di atas, anak
justru tertipu oleh pakaian yang mirip dengan ibunya sehingga pembuat filmnya
justru mengecoh penontonnya sehingga rangkaiannya menjadi A, B, A, C …. dimana
huruf C melambangkan adegan 4 yang mengecoh tebakan penonton.
Memang
rangkaian adegan tidak selalu diarahkan begitu, sebab pembuat film sesekali
bisa saja membuat tebakan penontonnya benar, namun sekali lagi kalau tebakan
penonton selalu benar maka justru akan membuat penontonnya bosan sebab tidak
ada lagi kejutan (Surprise) yang
mereka dapatkan di dalam film tersebut.
5.
Bentuk
Film dan Rasa
Bagaimanapun,
bentuk film harus bisa dirasakan oleh penontonnya, sehingga berbicara tentang
rasa maka hal itu terdiri dari dua aspek yaitu rasa yang dialami tokoh dan rasa
yang diterima oleh penonton. Sesuatu yang dirasakan tokoh tentu saja seperti
sedih, senang, jatuh cinta dan sebagainya. Rasa ini secara umum harus bisa
dirasakan juga oleh penontonnya, namun apa yang dirasakan penonton tidak selalu
harus dirasakan oleh tokoh dalam filmnya. Misalnya penonton bisa merasa cemas
ketika tokoh hendak dipukul dari belakang, padahal pada adegan itu sang tokoh
sedang melakukan rutinitasnya (sedang tidak mengalami rasa apapun) atau contoh
lain misalnya tokoh yang sedang dikejar hantu, menemukan tempat persembunyian
yang dianggapnya aman, namun ternyata tempat itu justru sarang hantu tersebut.
6.
Bentuk
Film dan Makna
Bentuk film
juga harus memiliki ataupun mengandung makna tertentu, sehingga informasi yang
diterima oleh penonton menjadi lebih bernilai. Artinya tidak sekedar bernilai
saat berlaku di film saja. Makna dalam bentuk film dibedakan menjadi :
- Referential Meaning
- Explicit Meaning
- Implicit Meaning
- Symptomatic Meaning
7.
Evaluasi
Unsur terakhir dari urgensi adanya
bentuk dari sebuah film adalah adanya evaluasi yang dilakukan penonton terhadap
film yang dilihatnya. Penilaian paling sederhana oleh penonton adalah film yang
dilihatnya dianggap baik atau buruk karena beberapa pertimbangan :
- Kriteria Realistik
- Kriteria Moral
- Kriteria Kompleksitas
- Kriteria Originalitas
Selasa, 08 Oktober 2013
KETEMU JUGA DENGAN SUTRADARA YANG MENJADI ANDALAN SAYA
setelah menghadiri SEASCREEN MAKASSAR akhirnya bertemu juga dengan sutradara yang menjadi andalan saya, rasanya ingin punya film sehebat mereka...
1. RIRI RIZA
1. RIRI RIZA
sutradara :KULDESAK (1998), PETUALANGAN SHERINA (2000), ELIANA,ELIANA (2002), GIE (2005), UNTUK RENA (2005), 3 HARI UNTUK SELAMANYA (2007), LASKAR PELANGI (2008), TAKUT (2008), DRUPADI (2008), SANG PEMIMPI (2009), PUNYA CINDERELLA (2011), "ATAMBUA 39° CELCIUS (2012).
2. UPI AVIANTO
sutradara : 30 HARI MENCARI CINTA (2004), REALITA, CINTA DAN ROCK'N ROLL (2006), PEREMPUAN PUNYA CERITA (2007), RADIT DAN JANI (2008), SERIGALA TERAKHIR (2009), RED COBEX (2010), BELENGGU (2013).
3. KAMILA ANDINI
sutradara : RAHASIA DI BALIK CITA RASA (2002), THE MIRROR NEVER LIES (2011).
Minggu, 15 September 2013
FILM PENDEK : Buatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar
Di bawah ini adalah beberapa film karya Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar dan saya akan memberikan kronologis dari film-film tersebut.
1. LUKA TANPA DOSA
inilah film pertama karya mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI, dimana dalam film ini menceritakan tentang pertemuan dua sejoli dalam satu universitas yang pada akhirnya menjalin suatu hubungan ( Pacaran ). Namun hubungan merekapun tak berjalan dengan baik sehingga mereka harus memutuskan hubungannya.
demikian kronologis singkat mengenai film tersebut. kalau kawan-kawan penasaran dan ingin menonton film ini, anda dapat menghubungi langsung sang sutradara nya. nih saya berikan nama facebook si sutradara nya itu..
klik disini ------> Al Amin
2. TERJEBAK MAYA
untuk kronologis nya, saya copy kata-katanya langsung dari kasetnya.
KRONOLOGI
Manto seorang mahasiswa semester V yang berjiwa sosial tinggi dan peka terhadap lingkungan sekitarnya, namun tingkah lakunya berubah 180 derajat ketika mengenal teknologi yang menghubungkannya lebih dekat kepada orang-orang yang baru dikenalnya. tetapi wahyu seorang sahabat mengingatkannya akan apa yang telah terjadi dalam diri manto.
demikian kronologis yang ada dalam film ini. untuk yang ingin menontonnya, saya sertakan nama facebook dan twitter sang sutradaranya.
Facebook klik di sini------> Akbar Gazali
Twitter klik di sini---------> Akbar Gazali
3. DIA ada
untuk yang satu ini, film nya..yah..boleh di bilang agak frontal. kenapa saya bilang frontal ? soalnya dalam film ini menceritakan tentang seorang pemuda dimana ia tidak percaya akan tuhan, dan menganggap semua yang ada di sekitarnya dapat dia ketahui dan di rasionalkan. namun tuhan berkata lain. sehingga tuhan memberikan bukti keberadaannya melalui cobaan-cobaan yang dialami nya.
bagi kawan-kawan yang penasaran dan ingin menontonnya, bisa hubungi sang produsernya di facebooknya
Facebook klik di sini--------> Zakiah Djumrah
demikian beberapa kronologis film karya Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar
1. LUKA TANPA DOSA
inilah film pertama karya mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI, dimana dalam film ini menceritakan tentang pertemuan dua sejoli dalam satu universitas yang pada akhirnya menjalin suatu hubungan ( Pacaran ). Namun hubungan merekapun tak berjalan dengan baik sehingga mereka harus memutuskan hubungannya.
demikian kronologis singkat mengenai film tersebut. kalau kawan-kawan penasaran dan ingin menonton film ini, anda dapat menghubungi langsung sang sutradara nya. nih saya berikan nama facebook si sutradara nya itu..
klik disini ------> Al Amin
2. TERJEBAK MAYA
untuk kronologis nya, saya copy kata-katanya langsung dari kasetnya.
KRONOLOGI
Manto seorang mahasiswa semester V yang berjiwa sosial tinggi dan peka terhadap lingkungan sekitarnya, namun tingkah lakunya berubah 180 derajat ketika mengenal teknologi yang menghubungkannya lebih dekat kepada orang-orang yang baru dikenalnya. tetapi wahyu seorang sahabat mengingatkannya akan apa yang telah terjadi dalam diri manto.
demikian kronologis yang ada dalam film ini. untuk yang ingin menontonnya, saya sertakan nama facebook dan twitter sang sutradaranya.
Facebook klik di sini------> Akbar Gazali
Twitter klik di sini---------> Akbar Gazali
3. DIA ada
untuk yang satu ini, film nya..yah..boleh di bilang agak frontal. kenapa saya bilang frontal ? soalnya dalam film ini menceritakan tentang seorang pemuda dimana ia tidak percaya akan tuhan, dan menganggap semua yang ada di sekitarnya dapat dia ketahui dan di rasionalkan. namun tuhan berkata lain. sehingga tuhan memberikan bukti keberadaannya melalui cobaan-cobaan yang dialami nya.
bagi kawan-kawan yang penasaran dan ingin menontonnya, bisa hubungi sang produsernya di facebooknya
Facebook klik di sini--------> Zakiah Djumrah
demikian beberapa kronologis film karya Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar
Sabtu, 14 September 2013
DASAR-DASAR JURNALISTIK TV
TIM LIPUTAN BERITA
Keberhasilan redaksi pemberitaan berita sebuah stasiun
televisi banyak bergantung kepada tim liputan beritanya. Sebab stasiun televisi
tidak hanya menunggu berita yang datang tetapi harus mengejar berita, dan
karenanya dibutuhkan seorang reporter. Tetapi selain berita stasiun televisi
membutuhkan gambar, dan untuk itu diperlukan seorang juru kamera (camera
person). Sebab keunggulan televisi dibandingkan media massa lainnya adalah
bahwa khalayak bisa melihat peristiwa yang terjadi, karena berita yang
dibacakan didampingi adanya gambar. Bagi televisi gambar adalah segalanya, dan
tidak ada yang lebih buruk bagi seorang reporter televisi jika ia datang ke
kantor tanpa membawa gambar yang bisa menunjang berita yang akan ditulisnya.
Terlebih bila stasiun televisi lain justru memiliki gambar tersebut.
Kredibilitas stasiun televisi akan
turun drastis bahkan hanya dalam satu malam, bila tim liputannya gagal
mendapatkan gambar dari suatu peristiwa penting. Terlebih bila kegagalan itu
terjadi karena pada saat itu tidak ada juru kamera yang siap. Koordinasi antara
reporter dan juru kamera terkadang menjadi masalah dalam suatu liputan.
Misalnya si reporter sudah siap berangkat namun juru kamera belum ada, atau
sebaliknya.
Keberhasilan bagian pemberitaan stasiun
televisi banyak bergantung kepada reporter dan juru kamera yang ada di lapangan
serta korlip di ruang redaksi yang mengarahkan mereka. Namun kemampuan produser
dan eksekutif produser dalam menyusun acara juga tak kalah penting. Struktur
organisasi bagian pemberitaan televisi biasanya terdiri dari sejumlash jabatan,
seperti direktur pemberitaan (news director), eksekutif produser, produser,
koordinator liputan (korlip), reporter, juru kamera, driver, dan lain lain.
Namun efektifitas peliputan berita
redaksi pemberitaan sebuah stasiun televisi sebagian besar bergantung kepada
mereka yang bekerja di lapangan –tim liputan—yang terdiri dari para reporter
dan juru kamera. Ujung tombak dari suatu program berita stasiun televisi adalah
tim liputan berita. Kerjasama yang baik antara reporter dan juru kamera dalam
sebuah tim liputan akan menentukan kualitas berita yang dihasilkan atau
disampaikan kepada khalayak. Reporter dan juru kamera harus bekerja sama
sebagai satu tim kerja.
Tugas dan
Tanggung Jawab Reporter
Redaksi pemberitaan stasiun televisi membutuhkan wartawan
atau reporter televisi untuk program beritanya. Profesi sebagai reporter atau
wartawan televisi tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang berjiwa lemah.
Sebab profesi ini membutuhkan stamina yang baik dan motivasi kerja yang tinggi.
Seorang reporter televisi harus memiliki
kegigihan dalam mengejar berita, cepat dan sigap dalam bekerja, mau bekerja
keras, bersedia tetap bekerja dan masuk kantor pada hari libur, dan siap
berangkat setiap saat dan kapanpun dibutuhkan ke lokasi liputan. Jadi
profesi ini tidak cocok bagi orang-orang yang bermental pegawai kantoran dengan
jadwal kerja teratur; masuk kantor pukul 8 pagi dan pulang pukul 5 sore.
Seorang wartawan/reporter
televisibekerja secara cepat dalamhal mengumpulkan informasi, menentukan lead
sekaligus angle berita, kemudian menulis berita dan melaporkannya baik secara
langsung (live) ataupun direkam dalam
bentuk paket berita yang akan disiarkan kemudian. Perkembangan teknologi yang
cepat dalam pengiriman gambar dan suara (electronic
news-gathering techniques) mengharuskan wartawan televisi untuk bekerja
lebih cepat pula. Ia harus segera berangkat ke lokasi liputan, mengumpulkan
informasi di lapangan, menentukan angle dan lead berita, kemudian melaporkannya
baik secara langsung di depan kamera, maupun kepada redaksi pemberitaan untuk
kemudian bisa dibuat menjadi sebuah paket berita televisi. Dalam hal ini
seorang reporter yang memiliki ingatan yang kuat dan bisa langsung tampil secara live dengan
berbicara secara lancar dan teratur di depan kamera meski tanpa persiapan yang
cukup, mendapat kredit poin tersendiri.
Seorang reporter (selanjutnya kita
sebut wartawan) televisi terkadang harus meliput berita-berita kriminal atau
bencana dan harus mengunjungi lokasi musibah atau tempat terjadinya tindak
kejahatan. Lokasi berita kriminal seperti ini terkadang dipenuhi mayat yang
hancur atau berserakan dengan ceceran darah ada di mana-mana. Dalam hal ini
reporter televisi harus memiliki emosi dan kondisi psikis yang stabil agar ia
bisa menghadapi kondisi lapangan yang seperti itu untuk kemudianmelaporkannya.
Seorang reporter televisi tidak boleh bersikap emosional dan mudah terbawa
perasaan karena menyaksikan situasi di mana ia berada saat itu. Seorang
reporter televisi dituntut untuk tetap objektif dan berpikir jernih apapun
situasi yang tengah dihadapinya.
Wartawan televisi terkadang
ditempatkan di suatu pos tertentu untuk liputannya. Misalnya di kantor polisi,
pemda setempat, pengadilan, dll. Wartawan ada pula yang ditugaskan untuk khusu
meliput berita-berita yang terkait dengan bidang kesehatan, ekonomi, olahraga,
ilmu pengetahuan dan teknologi, dll. Semuanya merupakan liputan dari peristiwa
yang langsung jadi (on-the-spot news
coverage). Namun beberapa wartawan ada yang ditugaskan melakukan investigative
reporting yang biasanya membutuhkan waktu beberapa hari atau minggu untuk
mengumpulkan indormasi tergantung dari topik yang dibahas. Tugas penyelidikan
semacam ini terkadang dapat menimbulkan bahaya.
Stasiun televisi juga terkadang
mengirimkan wartawannya untuk meliput kawasan yang bergolak, misalnya perang
atau kerusuhan sosial. Wartawan terkadang harus menghadapi bahaya ketika
melakukan laporan langsung di wilayah yang tidak aman. Dalam hal ini wartawan
harus belajar bagaimana untuk bermanuver melewati berbagai situasi yang sulit
untuk menemukan informasi yang berharga.
Wartawan televisi seperti juga
wartawan radio adalah wartawan penyiaran (broadcast reporter). Mark W. Hall
dalam bukunya Broadcast Journalism menyebutkan bahwa wartawan penyiaran
adalah: “... a newsperson who works for a
radio or television”. Jadi wartawan penyiaran adalah seseorang yang bekerja
untuk stasiun radio atau televisi, termasuk para reporter televisi, yang
membuat suatu karya jurnalistik yang akan disiarkan melalui media radio atau
televisi. Sebagai wartawan penyiaran khususnya televisi, ia harus membekali
dirinya dengan pengalaman dan pengetahuan yang luas melalui latihan-latihan
peliputan yang intensif (mendalam) dan juga mengetahui benar (paham) mengenai
sifat- sifat media penyiaran dalam hal ini televisi.
Selain harus kreatif, dalam arti
mengetahui benar peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai jurnalistik, seorang
reporter televisi harus memahami ilmu jurnalistik. Wartawan televisi yang baik
adalah seseorang yang juga mampu menjadi penyaji berita yang baik. Dalam hal
ini ia tidak saja dituntut untuk dapat menulis berita dengan baik dan benar,
tapi ia juga dapat menyampaikan berita dengan ucapan kata-kata yang baik di
depan kamera, lengkap dengan mimik dan ekspresi yang menunjang (memiliki body languange). Dalam hal ini seorang
reporter televisi dituntut juga untuk dapat menjadi seorang penyiar (news caster).
Meski seorang reporter dan juru
kamera harus bisa bekerja sama sebagai satu tim kerja, namun pada akhirnya reporterlah
yang bertanggung jawab atas hasil liputan yang dilakukan; sebauh paket berita
akhir. Oleh karena itu reporter harus mengarahkan juru kamera agar mendapatkan
semua gambar (shots dan sequences) yang dibutuhkan untuk mengilustrasikan
berita yang akan disajikan. Pada sebagian besar peliputan berita, reporter
adalah juga seorang produser dan sutradara yang memiliki tugas ganda, yaitu :
- Memastikan bahwa juru kamera mendapatkan semua news shot (gambar berita) yang ia butuhkan untuk penyampaian laporan berita.
- Mengumpulkan informasi faktual selengkap-lengkapnya sebagai bahan untuk menulis berita (voice over).
Seiring dengan kemajuan teknologi belakangan ini,
beberapa stasiun televisi telah menjajaki jurnalisme foto –di mana reporter
merekam gambarnya sendiri—artinya seorang reporter juga mampu mengoperasikan
kamera dan melakukan pengambilan gambar secara baik dan benar. Stasiun televisi
di negara maju bahkan telah menerapkan konsep “video journalist” (VJ), dimana reporter juga bertindak sebagai juru
kamera yang mampu merekam gambarnya sendiri, bahkan mengedit sendiri materi
beritanya hingga siap tayang. Dengan demikian reporter bertindak sebagai juru
kamera dan editor.
Terlepas dari apakah stasiun televisi tempat anda bekerja
nantinya telah menerapkan pendekatan itu atau belum, seorang reporter harus
tetap bisa memahami tugas juru kamera,
demikian pula sebaliknya. Keduanya harus saling memahami tugas dan
tanggungjawab masing-masing saat bekerja. Seorang reporter harus memahami
kemampuan dan keterbatasan kamera agar ia bisa bekerja secara efektif.
Komunikasi adalah kunci efektivitas ketika melakukan shooting di lokasi.
Tugas dan
Tanggung Jawab Juru Kamera
Juru kamera (camera
person) bertanggung jawab atas semua aspek teknis pengambilan dan perekaman
gambar. Seorang juru kamera harus memastikan bahwa tidak ada kesalahan yang
dilakukannya ketika ia mengambil gambar. Ia harus memastikan bahwa gambar yang
diambilnya sudah tajam (fokus), komposisi gambar (framing) yang sudah tepat, pengaturan level atau tingkat suara
sudah sesuai, warna gambar yang sesuai dengan warna aslinya (natural) dan ia
telah mendapatkan gambar (shots) yang
terbaik.
Seorang juru kamera tidak hanya dituntut untuk dapat
mengambil gambar dengan baik, tetapi ia juga harus memahami gambar apa saja
yang diperlukan bagi suatu berita televisi. Seorang juru kamera yang
kemampuannya baru sebatas dapat mengoperasikan kamera saja belumlah dapat
dikategorikan seorang juru kamera berita telebisi. Siapapun dapat menggunakan
kamera, tetapi tidak semua orang dapat menjadi juru kamera yang baik tanpa
terlebih dulu mempelajari landasan teorinya.
Lalu apa landasan teori yang perlu diketahui seseorang
sebelum ia dinyatakan siap menjadi juru kamera?
Profesionalisme seorang juru kamera televisi dalam
mengambil gambar dinilai ketika gambar hasil karyanya diperiksa sebelum diedit
di ruang editing. Pengetahuan dasar mengenai teknik editing gambar mutlak harus
diketaui oleh seorang juru kamera. Pemahaman teknik editing sangatlah penting
bagi juru kamera sebagai dasar baginya untuk mengambil gambar. Banyak kalangan
jurnalis berpendapat, seseorang harus belajar mengedit hambar terlebih dahulu
sebelum ia terjun dan bekerja sebagai juru kamera. Jika editor banyak
mengeluhkan gambar yang disediakan juru kamera maka besar kemungkinan juru
kamera tersebut belum memiliki pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip
mengambil gambar yang baik dan benar.
Di ruang editing gambar-gambar yang diambil juru kamera
harus dilihat kembali, dipilih dan kemudian digabungkan oleh penyunting gambar
ke dalam suatu struktur yang saling bertautan, logis, dan masuk akal. Hasil
editing harus dapat menjelaskan berita yang disampaikan secara visual sesuai
dengan durasi waktu yang telah ditetapkan. Juru kamera harus menyediakan
gambar-gambar yang dibutuhkan oleh editor gambar. Apa yang dibutuhkan editor
gambar tidak sekedar gambar utama tetapi juga gambar penunjang, juru kamera
yang mengambil begitu banyak shot tanpa menunjukkan hubungan yang jelas antara
berbagai shot itu, maka sebenarnya ia hanya akan memberikan persoalan kepada
editor gambar.
Pada dasarnya teknik pengambilan gambar untuk setiap
jenis liputan adalah sama saja, apakah dalam pengambilan gambar untuk berita
singkat, liputan khusus, atau membuat film dokumenter. Dalam liputan olah raga,
misalnya pada suatu pertandingan sepak bola, maka juru kamera akan lebih banyak
menggunakan teknik pengambilan gambar yang merupakan gabungan antara wide shot,
yaitu sudut pengambilan gambar yang melebar, dan pengambilan gambar close up.
Dalam pertandingan sepak bola kamera akan banyak
mengambil gambar-gambar selingan (cutaway) ke arah pelatih atau manajer sepak bola
yang bertanding, shot ke penonton, dan gambar-gambar slow motion untuk replay
gambar. Liputan langsung pertandingan sepakbola membutuhkan lebih banyak kamera
yang diletakkan di berbagai posisi strategis di stadion. Selain itu beberapa
kamera perlu diletakkan pada posisi yang lebih tinggi agar diperoleh gambar
yang lebih baik.
Teknik yang sama dibutuhkan pula dalam liputan konser
musik namun dengan tingkat pergerakan kamera, --seperti pan dan zoom-- yang
berbeda, tergantung dari alunan musik yang dimainkan saat itu. Juru kamera akan
lebih bebas lagi ketika mengambil gambar untuk membuat video musik. Bisa
dikatakan tidak ada peraturan yang membatasi kreativitas juru kamera dalam
mengambil gambar untuk pembuatan video musik. Pada dasarnya teknik pengambilan
gambar merupakan upaya juru kamera untuk menerjemahkan suatu peristiwa yang
dilihatnya yang mungkin saja cenderung subjektif. Namun tingkat subjektifitas
ini tergantung pada program macam apa yang tengah dikerjakan. Misalnya apakah
liputan itu lebih menekankan pada fakta, misalnya kecelakaan atau bencana alam,
atau lebih menekankan pada nilai artistik, misalnya dalam liputan konser musik
atau hiburan.
Terkadang posisi pengambilan gambar yang baik sangat
bergantung pada kecepatan juru kamera tiba di lokasi peristiwa. Kemampuan tim
untuk segera tiba di lokasi peristiwa adalah faktor penting dalam kesuksesan
suatu liputan. Peristiwa yang berifat darurat (civil emergencies) seperti
banjir, kecelakaan transportasi, kebakaran, atau peristiwa kriminalitas adalah peristiwa
yang dapat muncul setiap saat, namun biasanya akan cepat pula menghialng dari
pemberitaan. Liputan seperti ini tidak berumur panjang karena cepat dilupakan
orang. Namun demikian dibutuhkan tim liputan yang dapat bergerak cepat ke
lokasi agar diperoleh gambar terbaik dari peristiwa itu. Peralatan kamera harus
segera dapat digunakan dan juru kamera harus bergerak cepat dalam mengambil
gambar.
Salah satu prinsip dalam pengambilan gambar yang benar
adalah tidak boleh terlalu banyak meninggalkan ruangan kosong pada layar.
Teknik yang perlu diterapkan saat mengambil gambar adalah tidak banyak membuat
ruang kosong pada layar dengan menggunakan metode komposisi. Satu dari metode
komposisi yang paling sederhana disebut Trianggulasi, dimana pusat perhatian
ditempatkan pada puncak suatu segitiga dengan bagian-bagian penting lainnya
berada pada dasar segitiga itu.
Metode komposisi lainnya disebut Golden Mean. Metode ini
menyatakan apabila layar telebisi dibagi menjadi tiga bagian, baik secara
horisontal dan vertikal, maka empat titik pertemuan dari garis horizontal dan
vertikal itu merupakan empat titik yang akan menjadi pusat perhatian penintit
paling kuat. Sebagai peraturan umum, komposisi gambar harus berada dalam posisi
mantap ketika rekaman gambar berlangsung.
Reporter dan juru kamera harus memiliki pengetahuan
tentang teknik pengambilan gambar agar gambar tampak bagus. Setiap ghambar
harus memberikan pesan yang jelas dan tidak membiarkan pemirsa bertanya-tanya
apa yang menjadi topik perhatian dari suatu gambar yang ditampilkan.
Kerjasama
Reporter, Juru Kamera, dan Editor
Seorang juru kamera yang baik akan selalu menyempatkan
diri untuk melihat hasil editing gambar hasil karyanya. Ketika melihat hasil
editing, juru kamera terkadang kecewa karena editor tidak memasukkan
gambar-gambar yang menurut juru kamera adalah gambar yang bagus. Menurut juru
kamera hasil kerja editor tidak bagus karena tidak mengambil gambar terbaik
yang telah diambilnya dengan susah payah. Persoalannya adalah editor tidak
mengetahui apakah suatu shot itu merupakan shot yang sulit. Penyunting gambar
tidak berada di lokasi untuk mengetahui bahwa suatu gambar telah direkam dengan
susah payah, sehingga karena itu ia tidak memberikan apresiasinya terhadap
pekerjaan juru kamera.
Terkadang juru kamera merekam gambar yang panjang,
dibutuhkan dua kaset untuk mengambil seluruh gambar. Juru kamera kembali
mengeluh karena gambar yang bagus di ujung kaset kedua tidak digunakan dan
ediitor hanya menggunakan gambar dari kaset pertama. Di sinilah terlihat bahwa
editor, juru kamera dan tentu saja reporterharus saling berkomunikasi agar
terjalin saling pengertian. Reporter dan juru kamera perlu memberi tahu
penyunting gambar mengenai gambar-gambar terpenting dan yang paling dramatis
yang perlu diambil editor ketika ia menyunting gambar tersebut.
Beberapa stasiun televisi belakangan ini mulai
memperkenalkan apa yang disebut dengan Portable Field Editor, khususnya
dalam pembuatan majalah berita televisi (news
and magazine coverage) yang tidak mengenal lagi perbedaan antara editor dan
juru kamera. Dalam hal ini tidak dikenal lagi pembagian kerja dimana juru
kamera atau reporter menyerahkan hasil shot yang dibuatnya kepada orang lain untuk
dikerjakan setelah tim liputan pulang dari lokasi. Dengan cara ini maka juru
kamera adalah editor, dan editor adalah juru kamera. Prioritas seorang juru
kamera dan prioritas seorang editor berada di satu tangan. Juru kamera bisa
saja mengambil gambar-gambar favorit sepuasnya karena sebagai editor ia yakin
gambar itu akan dapat dugunakannya dalam proses penyuntingannya nanti.
Langganan:
Postingan (Atom)