TIM LIPUTAN BERITA
Keberhasilan redaksi pemberitaan berita sebuah stasiun
televisi banyak bergantung kepada tim liputan beritanya. Sebab stasiun televisi
tidak hanya menunggu berita yang datang tetapi harus mengejar berita, dan
karenanya dibutuhkan seorang reporter. Tetapi selain berita stasiun televisi
membutuhkan gambar, dan untuk itu diperlukan seorang juru kamera (camera
person). Sebab keunggulan televisi dibandingkan media massa lainnya adalah
bahwa khalayak bisa melihat peristiwa yang terjadi, karena berita yang
dibacakan didampingi adanya gambar. Bagi televisi gambar adalah segalanya, dan
tidak ada yang lebih buruk bagi seorang reporter televisi jika ia datang ke
kantor tanpa membawa gambar yang bisa menunjang berita yang akan ditulisnya.
Terlebih bila stasiun televisi lain justru memiliki gambar tersebut.
Kredibilitas stasiun televisi akan
turun drastis bahkan hanya dalam satu malam, bila tim liputannya gagal
mendapatkan gambar dari suatu peristiwa penting. Terlebih bila kegagalan itu
terjadi karena pada saat itu tidak ada juru kamera yang siap. Koordinasi antara
reporter dan juru kamera terkadang menjadi masalah dalam suatu liputan.
Misalnya si reporter sudah siap berangkat namun juru kamera belum ada, atau
sebaliknya.
Keberhasilan bagian pemberitaan stasiun
televisi banyak bergantung kepada reporter dan juru kamera yang ada di lapangan
serta korlip di ruang redaksi yang mengarahkan mereka. Namun kemampuan produser
dan eksekutif produser dalam menyusun acara juga tak kalah penting. Struktur
organisasi bagian pemberitaan televisi biasanya terdiri dari sejumlash jabatan,
seperti direktur pemberitaan (news director), eksekutif produser, produser,
koordinator liputan (korlip), reporter, juru kamera, driver, dan lain lain.
Namun efektifitas peliputan berita
redaksi pemberitaan sebuah stasiun televisi sebagian besar bergantung kepada
mereka yang bekerja di lapangan –tim liputan—yang terdiri dari para reporter
dan juru kamera. Ujung tombak dari suatu program berita stasiun televisi adalah
tim liputan berita. Kerjasama yang baik antara reporter dan juru kamera dalam
sebuah tim liputan akan menentukan kualitas berita yang dihasilkan atau
disampaikan kepada khalayak. Reporter dan juru kamera harus bekerja sama
sebagai satu tim kerja.
Tugas dan
Tanggung Jawab Reporter
Redaksi pemberitaan stasiun televisi membutuhkan wartawan
atau reporter televisi untuk program beritanya. Profesi sebagai reporter atau
wartawan televisi tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang berjiwa lemah.
Sebab profesi ini membutuhkan stamina yang baik dan motivasi kerja yang tinggi.
Seorang reporter televisi harus memiliki
kegigihan dalam mengejar berita, cepat dan sigap dalam bekerja, mau bekerja
keras, bersedia tetap bekerja dan masuk kantor pada hari libur, dan siap
berangkat setiap saat dan kapanpun dibutuhkan ke lokasi liputan. Jadi
profesi ini tidak cocok bagi orang-orang yang bermental pegawai kantoran dengan
jadwal kerja teratur; masuk kantor pukul 8 pagi dan pulang pukul 5 sore.
Seorang wartawan/reporter
televisibekerja secara cepat dalamhal mengumpulkan informasi, menentukan lead
sekaligus angle berita, kemudian menulis berita dan melaporkannya baik secara
langsung (live) ataupun direkam dalam
bentuk paket berita yang akan disiarkan kemudian. Perkembangan teknologi yang
cepat dalam pengiriman gambar dan suara (electronic
news-gathering techniques) mengharuskan wartawan televisi untuk bekerja
lebih cepat pula. Ia harus segera berangkat ke lokasi liputan, mengumpulkan
informasi di lapangan, menentukan angle dan lead berita, kemudian melaporkannya
baik secara langsung di depan kamera, maupun kepada redaksi pemberitaan untuk
kemudian bisa dibuat menjadi sebuah paket berita televisi. Dalam hal ini
seorang reporter yang memiliki ingatan yang kuat dan bisa langsung tampil secara live dengan
berbicara secara lancar dan teratur di depan kamera meski tanpa persiapan yang
cukup, mendapat kredit poin tersendiri.
Seorang reporter (selanjutnya kita
sebut wartawan) televisi terkadang harus meliput berita-berita kriminal atau
bencana dan harus mengunjungi lokasi musibah atau tempat terjadinya tindak
kejahatan. Lokasi berita kriminal seperti ini terkadang dipenuhi mayat yang
hancur atau berserakan dengan ceceran darah ada di mana-mana. Dalam hal ini
reporter televisi harus memiliki emosi dan kondisi psikis yang stabil agar ia
bisa menghadapi kondisi lapangan yang seperti itu untuk kemudianmelaporkannya.
Seorang reporter televisi tidak boleh bersikap emosional dan mudah terbawa
perasaan karena menyaksikan situasi di mana ia berada saat itu. Seorang
reporter televisi dituntut untuk tetap objektif dan berpikir jernih apapun
situasi yang tengah dihadapinya.
Wartawan televisi terkadang
ditempatkan di suatu pos tertentu untuk liputannya. Misalnya di kantor polisi,
pemda setempat, pengadilan, dll. Wartawan ada pula yang ditugaskan untuk khusu
meliput berita-berita yang terkait dengan bidang kesehatan, ekonomi, olahraga,
ilmu pengetahuan dan teknologi, dll. Semuanya merupakan liputan dari peristiwa
yang langsung jadi (on-the-spot news
coverage). Namun beberapa wartawan ada yang ditugaskan melakukan investigative
reporting yang biasanya membutuhkan waktu beberapa hari atau minggu untuk
mengumpulkan indormasi tergantung dari topik yang dibahas. Tugas penyelidikan
semacam ini terkadang dapat menimbulkan bahaya.
Stasiun televisi juga terkadang
mengirimkan wartawannya untuk meliput kawasan yang bergolak, misalnya perang
atau kerusuhan sosial. Wartawan terkadang harus menghadapi bahaya ketika
melakukan laporan langsung di wilayah yang tidak aman. Dalam hal ini wartawan
harus belajar bagaimana untuk bermanuver melewati berbagai situasi yang sulit
untuk menemukan informasi yang berharga.
Wartawan televisi seperti juga
wartawan radio adalah wartawan penyiaran (broadcast reporter). Mark W. Hall
dalam bukunya Broadcast Journalism menyebutkan bahwa wartawan penyiaran
adalah: “... a newsperson who works for a
radio or television”. Jadi wartawan penyiaran adalah seseorang yang bekerja
untuk stasiun radio atau televisi, termasuk para reporter televisi, yang
membuat suatu karya jurnalistik yang akan disiarkan melalui media radio atau
televisi. Sebagai wartawan penyiaran khususnya televisi, ia harus membekali
dirinya dengan pengalaman dan pengetahuan yang luas melalui latihan-latihan
peliputan yang intensif (mendalam) dan juga mengetahui benar (paham) mengenai
sifat- sifat media penyiaran dalam hal ini televisi.
Selain harus kreatif, dalam arti
mengetahui benar peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai jurnalistik, seorang
reporter televisi harus memahami ilmu jurnalistik. Wartawan televisi yang baik
adalah seseorang yang juga mampu menjadi penyaji berita yang baik. Dalam hal
ini ia tidak saja dituntut untuk dapat menulis berita dengan baik dan benar,
tapi ia juga dapat menyampaikan berita dengan ucapan kata-kata yang baik di
depan kamera, lengkap dengan mimik dan ekspresi yang menunjang (memiliki body languange). Dalam hal ini seorang
reporter televisi dituntut juga untuk dapat menjadi seorang penyiar (news caster).
Meski seorang reporter dan juru
kamera harus bisa bekerja sama sebagai satu tim kerja, namun pada akhirnya reporterlah
yang bertanggung jawab atas hasil liputan yang dilakukan; sebauh paket berita
akhir. Oleh karena itu reporter harus mengarahkan juru kamera agar mendapatkan
semua gambar (shots dan sequences) yang dibutuhkan untuk mengilustrasikan
berita yang akan disajikan. Pada sebagian besar peliputan berita, reporter
adalah juga seorang produser dan sutradara yang memiliki tugas ganda, yaitu :
- Memastikan bahwa juru kamera mendapatkan semua news shot (gambar berita) yang ia butuhkan untuk penyampaian laporan berita.
- Mengumpulkan informasi faktual selengkap-lengkapnya sebagai bahan untuk menulis berita (voice over).
Seiring dengan kemajuan teknologi belakangan ini,
beberapa stasiun televisi telah menjajaki jurnalisme foto –di mana reporter
merekam gambarnya sendiri—artinya seorang reporter juga mampu mengoperasikan
kamera dan melakukan pengambilan gambar secara baik dan benar. Stasiun televisi
di negara maju bahkan telah menerapkan konsep “video journalist” (VJ), dimana reporter juga bertindak sebagai juru
kamera yang mampu merekam gambarnya sendiri, bahkan mengedit sendiri materi
beritanya hingga siap tayang. Dengan demikian reporter bertindak sebagai juru
kamera dan editor.
Terlepas dari apakah stasiun televisi tempat anda bekerja
nantinya telah menerapkan pendekatan itu atau belum, seorang reporter harus
tetap bisa memahami tugas juru kamera,
demikian pula sebaliknya. Keduanya harus saling memahami tugas dan
tanggungjawab masing-masing saat bekerja. Seorang reporter harus memahami
kemampuan dan keterbatasan kamera agar ia bisa bekerja secara efektif.
Komunikasi adalah kunci efektivitas ketika melakukan shooting di lokasi.
Tugas dan
Tanggung Jawab Juru Kamera
Juru kamera (camera
person) bertanggung jawab atas semua aspek teknis pengambilan dan perekaman
gambar. Seorang juru kamera harus memastikan bahwa tidak ada kesalahan yang
dilakukannya ketika ia mengambil gambar. Ia harus memastikan bahwa gambar yang
diambilnya sudah tajam (fokus), komposisi gambar (framing) yang sudah tepat, pengaturan level atau tingkat suara
sudah sesuai, warna gambar yang sesuai dengan warna aslinya (natural) dan ia
telah mendapatkan gambar (shots) yang
terbaik.
Seorang juru kamera tidak hanya dituntut untuk dapat
mengambil gambar dengan baik, tetapi ia juga harus memahami gambar apa saja
yang diperlukan bagi suatu berita televisi. Seorang juru kamera yang
kemampuannya baru sebatas dapat mengoperasikan kamera saja belumlah dapat
dikategorikan seorang juru kamera berita telebisi. Siapapun dapat menggunakan
kamera, tetapi tidak semua orang dapat menjadi juru kamera yang baik tanpa
terlebih dulu mempelajari landasan teorinya.
Lalu apa landasan teori yang perlu diketahui seseorang
sebelum ia dinyatakan siap menjadi juru kamera?
Profesionalisme seorang juru kamera televisi dalam
mengambil gambar dinilai ketika gambar hasil karyanya diperiksa sebelum diedit
di ruang editing. Pengetahuan dasar mengenai teknik editing gambar mutlak harus
diketaui oleh seorang juru kamera. Pemahaman teknik editing sangatlah penting
bagi juru kamera sebagai dasar baginya untuk mengambil gambar. Banyak kalangan
jurnalis berpendapat, seseorang harus belajar mengedit hambar terlebih dahulu
sebelum ia terjun dan bekerja sebagai juru kamera. Jika editor banyak
mengeluhkan gambar yang disediakan juru kamera maka besar kemungkinan juru
kamera tersebut belum memiliki pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip
mengambil gambar yang baik dan benar.
Di ruang editing gambar-gambar yang diambil juru kamera
harus dilihat kembali, dipilih dan kemudian digabungkan oleh penyunting gambar
ke dalam suatu struktur yang saling bertautan, logis, dan masuk akal. Hasil
editing harus dapat menjelaskan berita yang disampaikan secara visual sesuai
dengan durasi waktu yang telah ditetapkan. Juru kamera harus menyediakan
gambar-gambar yang dibutuhkan oleh editor gambar. Apa yang dibutuhkan editor
gambar tidak sekedar gambar utama tetapi juga gambar penunjang, juru kamera
yang mengambil begitu banyak shot tanpa menunjukkan hubungan yang jelas antara
berbagai shot itu, maka sebenarnya ia hanya akan memberikan persoalan kepada
editor gambar.
Pada dasarnya teknik pengambilan gambar untuk setiap
jenis liputan adalah sama saja, apakah dalam pengambilan gambar untuk berita
singkat, liputan khusus, atau membuat film dokumenter. Dalam liputan olah raga,
misalnya pada suatu pertandingan sepak bola, maka juru kamera akan lebih banyak
menggunakan teknik pengambilan gambar yang merupakan gabungan antara wide shot,
yaitu sudut pengambilan gambar yang melebar, dan pengambilan gambar close up.
Dalam pertandingan sepak bola kamera akan banyak
mengambil gambar-gambar selingan (cutaway) ke arah pelatih atau manajer sepak bola
yang bertanding, shot ke penonton, dan gambar-gambar slow motion untuk replay
gambar. Liputan langsung pertandingan sepakbola membutuhkan lebih banyak kamera
yang diletakkan di berbagai posisi strategis di stadion. Selain itu beberapa
kamera perlu diletakkan pada posisi yang lebih tinggi agar diperoleh gambar
yang lebih baik.
Teknik yang sama dibutuhkan pula dalam liputan konser
musik namun dengan tingkat pergerakan kamera, --seperti pan dan zoom-- yang
berbeda, tergantung dari alunan musik yang dimainkan saat itu. Juru kamera akan
lebih bebas lagi ketika mengambil gambar untuk membuat video musik. Bisa
dikatakan tidak ada peraturan yang membatasi kreativitas juru kamera dalam
mengambil gambar untuk pembuatan video musik. Pada dasarnya teknik pengambilan
gambar merupakan upaya juru kamera untuk menerjemahkan suatu peristiwa yang
dilihatnya yang mungkin saja cenderung subjektif. Namun tingkat subjektifitas
ini tergantung pada program macam apa yang tengah dikerjakan. Misalnya apakah
liputan itu lebih menekankan pada fakta, misalnya kecelakaan atau bencana alam,
atau lebih menekankan pada nilai artistik, misalnya dalam liputan konser musik
atau hiburan.
Terkadang posisi pengambilan gambar yang baik sangat
bergantung pada kecepatan juru kamera tiba di lokasi peristiwa. Kemampuan tim
untuk segera tiba di lokasi peristiwa adalah faktor penting dalam kesuksesan
suatu liputan. Peristiwa yang berifat darurat (civil emergencies) seperti
banjir, kecelakaan transportasi, kebakaran, atau peristiwa kriminalitas adalah peristiwa
yang dapat muncul setiap saat, namun biasanya akan cepat pula menghialng dari
pemberitaan. Liputan seperti ini tidak berumur panjang karena cepat dilupakan
orang. Namun demikian dibutuhkan tim liputan yang dapat bergerak cepat ke
lokasi agar diperoleh gambar terbaik dari peristiwa itu. Peralatan kamera harus
segera dapat digunakan dan juru kamera harus bergerak cepat dalam mengambil
gambar.
Salah satu prinsip dalam pengambilan gambar yang benar
adalah tidak boleh terlalu banyak meninggalkan ruangan kosong pada layar.
Teknik yang perlu diterapkan saat mengambil gambar adalah tidak banyak membuat
ruang kosong pada layar dengan menggunakan metode komposisi. Satu dari metode
komposisi yang paling sederhana disebut Trianggulasi, dimana pusat perhatian
ditempatkan pada puncak suatu segitiga dengan bagian-bagian penting lainnya
berada pada dasar segitiga itu.
Metode komposisi lainnya disebut Golden Mean. Metode ini
menyatakan apabila layar telebisi dibagi menjadi tiga bagian, baik secara
horisontal dan vertikal, maka empat titik pertemuan dari garis horizontal dan
vertikal itu merupakan empat titik yang akan menjadi pusat perhatian penintit
paling kuat. Sebagai peraturan umum, komposisi gambar harus berada dalam posisi
mantap ketika rekaman gambar berlangsung.
Reporter dan juru kamera harus memiliki pengetahuan
tentang teknik pengambilan gambar agar gambar tampak bagus. Setiap ghambar
harus memberikan pesan yang jelas dan tidak membiarkan pemirsa bertanya-tanya
apa yang menjadi topik perhatian dari suatu gambar yang ditampilkan.
Kerjasama
Reporter, Juru Kamera, dan Editor
Seorang juru kamera yang baik akan selalu menyempatkan
diri untuk melihat hasil editing gambar hasil karyanya. Ketika melihat hasil
editing, juru kamera terkadang kecewa karena editor tidak memasukkan
gambar-gambar yang menurut juru kamera adalah gambar yang bagus. Menurut juru
kamera hasil kerja editor tidak bagus karena tidak mengambil gambar terbaik
yang telah diambilnya dengan susah payah. Persoalannya adalah editor tidak
mengetahui apakah suatu shot itu merupakan shot yang sulit. Penyunting gambar
tidak berada di lokasi untuk mengetahui bahwa suatu gambar telah direkam dengan
susah payah, sehingga karena itu ia tidak memberikan apresiasinya terhadap
pekerjaan juru kamera.
Terkadang juru kamera merekam gambar yang panjang,
dibutuhkan dua kaset untuk mengambil seluruh gambar. Juru kamera kembali
mengeluh karena gambar yang bagus di ujung kaset kedua tidak digunakan dan
ediitor hanya menggunakan gambar dari kaset pertama. Di sinilah terlihat bahwa
editor, juru kamera dan tentu saja reporterharus saling berkomunikasi agar
terjalin saling pengertian. Reporter dan juru kamera perlu memberi tahu
penyunting gambar mengenai gambar-gambar terpenting dan yang paling dramatis
yang perlu diambil editor ketika ia menyunting gambar tersebut.
Beberapa stasiun televisi belakangan ini mulai
memperkenalkan apa yang disebut dengan Portable Field Editor, khususnya
dalam pembuatan majalah berita televisi (news
and magazine coverage) yang tidak mengenal lagi perbedaan antara editor dan
juru kamera. Dalam hal ini tidak dikenal lagi pembagian kerja dimana juru
kamera atau reporter menyerahkan hasil shot yang dibuatnya kepada orang lain untuk
dikerjakan setelah tim liputan pulang dari lokasi. Dengan cara ini maka juru
kamera adalah editor, dan editor adalah juru kamera. Prioritas seorang juru
kamera dan prioritas seorang editor berada di satu tangan. Juru kamera bisa
saja mengambil gambar-gambar favorit sepuasnya karena sebagai editor ia yakin
gambar itu akan dapat dugunakannya dalam proses penyuntingannya nanti.
nice
BalasHapusnice
BalasHapusBerarti bisa dikatakan bahwa kemanapun wartawan (tv) pergi, dia harua didampingi oleh seorang kameraman? Atau wartawan tv itu bisa menulis beritanya kemudian dia kirimkan pada redaksi sebagaimana pekerjaan wartawan media cetak?
BalasHapusBerarti bisa dikatakan bahwa kemanapun wartawan (tv) pergi, dia harua didampingi oleh seorang kameraman? Atau wartawan tv itu bisa menulis beritanya kemudian dia kirimkan pada redaksi sebagaimana pekerjaan wartawan media cetak?
BalasHapus